Deskripsi gender dengan penafsiran berbeda-beda kerap mengakibatkan respon yg tidak proporsional. Semoga artikel ini sanggup menjadi salah satu acuan untuk menyamakan persepsi wacana pengertian gender. Kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris yg secara harfiah “gender” berarti jenis kelamin (John M.Echols & Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, cet XII, 1983), h. 265).
Gender ialah suatu konsep kultural yg berupaya menciptakan pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilsaya, mentalitas, & karakteristik emosional antara pria & wanita yg berkembang dalam masyarakat (Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1, New York: Green Wood Press, h.153)
Mengacu pada pendapat Mansour Faqih, Gender ialah suatu sifat yg menempel pada pria maupun wanita yg dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa wanita itu lemah lembut, cantik, emosional, & sebagainya. Sementara pria dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa, & dilarang menangis. Ciri & sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yg sanggup dipertukarkan. Perubahan ciri & sifat tersebut sanggup terjadi dari waktu ke waktu & dari kawasan ketempat yg lain, juga perubahan tersebut bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yg berbeda. Semua hal yg sanggup dipertukarkan antara sifat wanita & pria yg bisa bisa berubah, baik itu waktu maupun kelas (Mansour Faqih, Analisis Gender & Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 8-9)
Masih dalam buku yg sama, Mansour faqih mengungkapkan bahwa sejarah perbedaan gender terjadi melalui proses yg sangat panjang. Perbedaan Gender terbentuk oleh banyak hal yg disosialisasikan, diajarkan, yg kemudian diperkuat dengan mengkonstruksinya baik secara sosial maupun kultural. Melalui proses panjang tersebut pada akhirnya diyakini sebagai sesuatu yg kodrati baik bagi kaum pria maupun perempuan, hal ini kemudian direfleksikan sebagai sesuatu yg dianggap alami & menjadi identitas gender yg bsaya. Identitas gender ialah definisi seseorang wacana dirinya, sebagai pria atau perempuan, yg merupakan interaksi kompleks antara kondisi biologis & banyak sekali karakteristik perilsaya yg dikembangkan sebagai hasil proses sosialisasi.
Deskripsi gender yg lebih kongkrit & lebih operasional dikemukakan oleh Nasarudin Umar bahwa gender ialah konsep kultural yg dipakai untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilsaya & lain-lain antara pria & wanita yg berkembang di dalam masyarakat yg didasarkan pada rekayasa sosial (Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta : Paramadina, 2001,h.35)
Lebih lanjut Nasarudin Umar menjelaskan bahwa penentuan tugas gender dalam banyak sekali sistem masyarakat, kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin. Masyarakat selalu berlkamuskan pada diferensiasi spesies antara pria & perempuan. Organ badan yg dimiliki oleh wanita sangat berperan pada pertumbuhan kematangan emosional & berpikirnya. Perempuan cenderung tingkat emosionalnya agak lambat. Sementara pria yg bisa memproduksi dalam dirinya hormon testosterone menciptakan ia lebih bernafsu & lebih obyektif.
Istilah gender berdasarkan Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yg bukan biologis & bukan kodrat Tuhan. Se&gkan berdasarkan Caplan (1987) menegaskan bahwa gendermerupakan perbedaan perilsaya antara pria & wanita selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses social & cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola korelasi lelaki & wanita yg didasarkanpada ciri sosial masing-masing (Zainuddin, 2006: 1).
Menurut para mahir lainnya ibarat Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap pria & wanita (cultural expectations for women and men). H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk memilih perbedaan derma pria & wanita pada kebudayaan & kehidupan kolektif yg sebagai karenanya mereka menjadi pria & perempuan. Se&gkan Linda L. Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai pria & wanita ialah termasuk bi&g kajian gender (What a given society defines as masculine or feminim is a component of gender). Elaine Showalter menegaskan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan pria & wanita dilihat dari konstruksi sosial-budaya (NasaruddinUmar, 2010: 30).
Dari pengertian gender berdasarkan para mahir di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, & perilsaya yg menempel pada diri pria & wanita akhir bentukan budaya atau lingkungan masyarakat kawasan insan itu tumbuh & dibesarkan. Artinya perbedaan sifat, perilaku & perilsaya yg dianggap khas wanita atau khas pria atau yg lebih terkenal dengan istilah feminitas & maskulinitas, terutama merupakan hasil berguru seseorang melalui suatu proses sosialisasi yg panjang di lingkungan masyarakat, kawasan ia tumbuh & dibesarkan
Kesetaraan Gender ialah kalimat yg seringkali kita dengar terucap dalam diskusi ataupun tertulis dalam sejumlah referensi. Apa arti kesetaraan gender? Bagi menjelaskannya, berikut ini kami ketengahkan sejumlah istilah yg akrab kaitannya dengan problematika gender selain istilah tersebut.
A. Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender ialah taktik yg dipakai untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk pria & wanita Indonesia dalam mengakses & mendapat manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi & mengontrol proses pembangunan.
B. Kesenjangan Gender
Dikatakan terjadi kesenjangan gender apabila salah satu jenis kelamin berada dalam keadaan tertinggal dibandingkan jenis kelamin lainnya (Laki-laki lebih banyak dari wanita atau sebaliknya)
C. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender ialah kesamaan kondisi bagi pria & wanita untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, biar bisa berperan & berpartisipasi dalam aktivitas politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan & pertahanan & keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditkamui dengan tidak a&ya diskriminasi antara wanita & laki-laki, & dengan demikian mereka mempunyai akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan & memperoleh manfaat yg setara & adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender ialah sebagai berikut:
Keadilan gender ialah suatu proses & perlsayaan adil terhadap wanita & laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembsayaan peran, beban gkamu, subordinasi, marginalisasi & kekerasan terhadap wanita maupun laki-laki.
A&ya anggapan bahwa wanita mempunyai sifat memelihara & rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab wanita (Mansour Faqih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.21). Bagi keluarga miskin wanita selain bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah sebagai sumber mata pencarian embel-embel keluarga, ini menjadikan wanita harus bekerja ekstra untuk mengerjakan kedua bebannya.
Gender ialah suatu konsep kultural yg berupaya menciptakan pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilsaya, mentalitas, & karakteristik emosional antara pria & wanita yg berkembang dalam masyarakat (Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1, New York: Green Wood Press, h.153)
Mengacu pada pendapat Mansour Faqih, Gender ialah suatu sifat yg menempel pada pria maupun wanita yg dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa wanita itu lemah lembut, cantik, emosional, & sebagainya. Sementara pria dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa, & dilarang menangis. Ciri & sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yg sanggup dipertukarkan. Perubahan ciri & sifat tersebut sanggup terjadi dari waktu ke waktu & dari kawasan ketempat yg lain, juga perubahan tersebut bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yg berbeda. Semua hal yg sanggup dipertukarkan antara sifat wanita & pria yg bisa bisa berubah, baik itu waktu maupun kelas (Mansour Faqih, Analisis Gender & Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 8-9)
Masih dalam buku yg sama, Mansour faqih mengungkapkan bahwa sejarah perbedaan gender terjadi melalui proses yg sangat panjang. Perbedaan Gender terbentuk oleh banyak hal yg disosialisasikan, diajarkan, yg kemudian diperkuat dengan mengkonstruksinya baik secara sosial maupun kultural. Melalui proses panjang tersebut pada akhirnya diyakini sebagai sesuatu yg kodrati baik bagi kaum pria maupun perempuan, hal ini kemudian direfleksikan sebagai sesuatu yg dianggap alami & menjadi identitas gender yg bsaya. Identitas gender ialah definisi seseorang wacana dirinya, sebagai pria atau perempuan, yg merupakan interaksi kompleks antara kondisi biologis & banyak sekali karakteristik perilsaya yg dikembangkan sebagai hasil proses sosialisasi.
Deskripsi gender yg lebih kongkrit & lebih operasional dikemukakan oleh Nasarudin Umar bahwa gender ialah konsep kultural yg dipakai untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilsaya & lain-lain antara pria & wanita yg berkembang di dalam masyarakat yg didasarkan pada rekayasa sosial (Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta : Paramadina, 2001,h.35)
Lebih lanjut Nasarudin Umar menjelaskan bahwa penentuan tugas gender dalam banyak sekali sistem masyarakat, kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin. Masyarakat selalu berlkamuskan pada diferensiasi spesies antara pria & perempuan. Organ badan yg dimiliki oleh wanita sangat berperan pada pertumbuhan kematangan emosional & berpikirnya. Perempuan cenderung tingkat emosionalnya agak lambat. Sementara pria yg bisa memproduksi dalam dirinya hormon testosterone menciptakan ia lebih bernafsu & lebih obyektif.
Istilah gender berdasarkan Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yg bukan biologis & bukan kodrat Tuhan. Se&gkan berdasarkan Caplan (1987) menegaskan bahwa gendermerupakan perbedaan perilsaya antara pria & wanita selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses social & cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola korelasi lelaki & wanita yg didasarkanpada ciri sosial masing-masing (Zainuddin, 2006: 1).
Menurut para mahir lainnya ibarat Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap pria & wanita (cultural expectations for women and men). H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk memilih perbedaan derma pria & wanita pada kebudayaan & kehidupan kolektif yg sebagai karenanya mereka menjadi pria & perempuan. Se&gkan Linda L. Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai pria & wanita ialah termasuk bi&g kajian gender (What a given society defines as masculine or feminim is a component of gender). Elaine Showalter menegaskan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan pria & wanita dilihat dari konstruksi sosial-budaya (NasaruddinUmar, 2010: 30).
Dari pengertian gender berdasarkan para mahir di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, & perilsaya yg menempel pada diri pria & wanita akhir bentukan budaya atau lingkungan masyarakat kawasan insan itu tumbuh & dibesarkan. Artinya perbedaan sifat, perilaku & perilsaya yg dianggap khas wanita atau khas pria atau yg lebih terkenal dengan istilah feminitas & maskulinitas, terutama merupakan hasil berguru seseorang melalui suatu proses sosialisasi yg panjang di lingkungan masyarakat, kawasan ia tumbuh & dibesarkan
Kesetaraan Gender ialah kalimat yg seringkali kita dengar terucap dalam diskusi ataupun tertulis dalam sejumlah referensi. Apa arti kesetaraan gender? Bagi menjelaskannya, berikut ini kami ketengahkan sejumlah istilah yg akrab kaitannya dengan problematika gender selain istilah tersebut.
A. Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender ialah taktik yg dipakai untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk pria & wanita Indonesia dalam mengakses & mendapat manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi & mengontrol proses pembangunan.
B. Kesenjangan Gender
Dikatakan terjadi kesenjangan gender apabila salah satu jenis kelamin berada dalam keadaan tertinggal dibandingkan jenis kelamin lainnya (Laki-laki lebih banyak dari wanita atau sebaliknya)
C. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender ialah kesamaan kondisi bagi pria & wanita untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, biar bisa berperan & berpartisipasi dalam aktivitas politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan & pertahanan & keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditkamui dengan tidak a&ya diskriminasi antara wanita & laki-laki, & dengan demikian mereka mempunyai akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan & memperoleh manfaat yg setara & adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender ialah sebagai berikut:
- AKSES; yg dimaksud dengan aspek saluran ialah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau memakai sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh saluran yg adil & setara antara wanita & laki-laki, anak wanita & pria terhadap sumberdaya yg akan dibuat. Sebagai pola dalam hal pendidikan bagi anak didik ialah saluran memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk anak didik wanita & pria diberikan secara adil & setara atau tidak.
- PARTISIPASI; Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok dalam aktivitas & atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini wanita & pria apakah mempunyai tugas yg sama dalam pengambilan keputusan di kawasan yg sama atau tidak.
- KONTROL; ialah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan tertentu sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gender tertentu atau tidak.
- MANFAAT; ialah kegunaan yg sanggup dinikmati secara optimal. Keputusan yg diambil oleh sekolah menawarkan manfaat yg adil & setara bagi wanita & pria atau tidak.
Keadilan gender ialah suatu proses & perlsayaan adil terhadap wanita & laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembsayaan peran, beban gkamu, subordinasi, marginalisasi & kekerasan terhadap wanita maupun laki-laki.
Ketidakadilan gender (gender inequalities) merupakan sistem & struktur di mana baik kaum pria & wanita menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender berdasarkan beberapa pakar timbul dalam bentuk:
1. Stereotype
Pelabelan atau penkamuan yg seringkali bersifat negatif secara umum & melahirkan ketidakadilan. Sebagai contoh, wanita sering digambarkan emosional, lemah, cengeng, tidak rasional, & sebagainya. Stereotype tersebut yg kemudian menjadikan wanita selama ini ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali wanita di identikan dengan urusan masak, mencuci, & seks (dapur, sumur, & kasur).
2. Kekerasan (violence)
Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akhir dari ketidak seimbangan posisi tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara wanita & laki-laki. Kekerasan terjadi akhir konstruksi tugas yg telah mendarah daging pada budaya patriarkal yg menempatkan wanita pada posisi lebih rendah. Csayapan kekerasan ini cukup luas, diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi, trafficking, perkosaan, pornografi, & sebagainya.
3. Marginalisasi
Peminggiran terhadap kaum wanita terjadi secara multidimensional yg disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan, tradisi & kebiasaan, atau pengetahuan (Mansour Faqih, Analisis Gender & Transformasi Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.14). Salah satu bentuk paling faktual dari marginalisasi ini ialah lemahnya peluang wanita terhadap sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut menjadikan wanita menjadi kelompok miskin lantaran peminggiran terjadi secara sistematis dalam masyarakat.
4. Subordinasi
Penomorduaan (subordinasi) ini pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya (Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan & Ham, Jakarta: Rahima, h. 13). Hal ini berakibat pada kurang disayainya potensi wanita sehingga sulit mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan pengambilan kebijakan.
5. Beban kerja lebih panjang & lebih banyak (double burden)
1. Stereotype
Pelabelan atau penkamuan yg seringkali bersifat negatif secara umum & melahirkan ketidakadilan. Sebagai contoh, wanita sering digambarkan emosional, lemah, cengeng, tidak rasional, & sebagainya. Stereotype tersebut yg kemudian menjadikan wanita selama ini ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali wanita di identikan dengan urusan masak, mencuci, & seks (dapur, sumur, & kasur).
2. Kekerasan (violence)
Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akhir dari ketidak seimbangan posisi tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara wanita & laki-laki. Kekerasan terjadi akhir konstruksi tugas yg telah mendarah daging pada budaya patriarkal yg menempatkan wanita pada posisi lebih rendah. Csayapan kekerasan ini cukup luas, diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi, trafficking, perkosaan, pornografi, & sebagainya.
3. Marginalisasi
Peminggiran terhadap kaum wanita terjadi secara multidimensional yg disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan, tradisi & kebiasaan, atau pengetahuan (Mansour Faqih, Analisis Gender & Transformasi Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.14). Salah satu bentuk paling faktual dari marginalisasi ini ialah lemahnya peluang wanita terhadap sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut menjadikan wanita menjadi kelompok miskin lantaran peminggiran terjadi secara sistematis dalam masyarakat.
4. Subordinasi
Penomorduaan (subordinasi) ini pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya (Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan & Ham, Jakarta: Rahima, h. 13). Hal ini berakibat pada kurang disayainya potensi wanita sehingga sulit mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan pengambilan kebijakan.
5. Beban kerja lebih panjang & lebih banyak (double burden)
A&ya anggapan bahwa wanita mempunyai sifat memelihara & rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab wanita (Mansour Faqih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.21). Bagi keluarga miskin wanita selain bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah sebagai sumber mata pencarian embel-embel keluarga, ini menjadikan wanita harus bekerja ekstra untuk mengerjakan kedua bebannya.
Demikian klarifikasi pengertian gender & pengutamaan bahwa kesetaraan gender adalah tidak a&ya diskriminasi dalam hal akses, berpartisipasi, kontrol atas pembangunan & memperoleh manfaat yg setara & adil dari pembangunan suatu bangsa.